Senin, 19 Desember 2011

DNA SEBAGAI MATERI GENETIKA 1


Alam memperlihatkan mekanisme hayati untuk mempertahankan ciri khas mahluk hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya. Mekanisme ini terjadi ada semua tingkat mahluk hidup. Dari yang paling rendah sampai paling komplek sekalipun. Ciri atau sifat khas mahluk hidup tampak dari ciri morfologis, ciri anatomi maupun ciri tingkah laku yang dapat diamati dan diukur.
            Gregory Mendel (1822-1884) adalah orang pertama mengamati pewarisan sifat ini. Dari hasil percobaan tahun (1866). Mendel menarik kesimpulan bahwa sifat-sifat karakteristik dari kedua induk dapat diwariskan ke generasi berikutnya melalui segregasi. Selanjutnya, August Weisman pada tahun 1892, mengemukakan bahwa sifat yang diwariskan tersebut dilakukan oleh senyawa yang berasal dalam inti sel. Senyawa tersebut dalam penelitian lanjutan disebut kromosom. Tahun 1869 seorang ahli ilmu kimia berkebangsaan Jerman bernama Friedrich Miescher menyelidiki susunan kimia dari nucleus sel. Ia mengetahui bahwa nukleus sel tidak terdiri dari kar­bohidrat, protein maupun lemak, melainkan terdiri dari zat yang mempunyai pengandungan fosfor sangat tinggi. Oleh karena zat itu terdapat di dalam nukleus sel, maka zat itu disebutnya nuklein. Nama ini kemudian dirubah menjadi asam nukleat, karena asam ikut menyusunnya. Walter Sutton, tahun 1903, mengemukakan bahwa kromosom merupakan benda-benda sel yang mengandung unit-unit pewarisan. Unit tersebut oleh Wilhem Johannsen disebut gen (1909). Dan pada tahun 1926, Herman Muller membuktikan bahwa sinar-X memicu perubahan genetik lalat buah.
                Penemuan DNA (Deoxyribonucleic acid) sebagai materi genetik pada awalnya menimbulkan pro dan kontra. Pengetahuan tentang kromosom yang tersusun dari protein dan asam nukleat, mulanya lebih condong menganggap bahwa protein sebagai materi genetik. Hal ini berkaitan dengan peranan protein yang sangat dinamis dalam kehidupan sel. Anggapan protein sebagai materi genetik terus dianut hingga tahun 1950-an. Sementara asam nukleat karena dianggap terlalu kecil dan strukturnya terlalu sederhana, hanya sedikit sekali mendapat perhatian sebagai materi genetik.
            Percobaan Griffith dalam tahun 1928. la menemukan bahwa bakteri Diplococcus pneumoniae (biasa disebut Pneumococcus), bila dipelihara di laboratorium, maka berdasarkan bentuk koloninya dapat dibedakan dua bentuk, yaitu bentuk kasar (K) dan bentuk halus (H). Kedua bentuk bakteri ini biasanya tumbuh murni, artinya tidak bercampur. Griffith dapat menunjukkan bahwa apabila koloni bentuk H dibunuh karena direbus dan sisanya dicampur dengan bakteri bentuk K yang hidup, maka beberapa dari bakteri bentuk K ini ditransformasi (dirubah) ke bakteri bentuk H. Bakteri bentuk H ini kemudian tumbuh murni seperti halnya dengan sisa bakteri K yang tidak mengalami transfor­masi.
Jadi secara singkat:
                H mati + K hidup à  H hidup + K hidup
Ini berarti bahwa suatu substansi yang terdapat di dalam bakteri H yang mati telah dipindahkan ke bakteri K dan merupakan sifat genetik dari bakteri K.
                Pada pertengahan tahun 1940-an arah penelitian tentang bahan genetis mulai beralih dari protein ke DNA, salah satu jenis asam nukleat mahluk hidup. Tahun 1944, Oswalt Avery, Colin Mac Leod dan Maclyn McCarty dengan menggunakan ekstrak DNA berhasil menunjukkan bahwa DNA merupakan senyawa yang bertanggung jawab dalam proses transformasi bakteri strain R (rough) yang kurang virulen dan kasar menjadi strain S (smooth) yang sangat virulen dan halus.
                Penelitian yang menunjukkan bahwa DNA merupakan bahan informasi genetik dan bukan protein, dilakukan oleh Alfred Hershey dan Martha Chase ada tahun 1952. Percobaan pembuktian DNA sebagai bahan informasi genetik dilakukan melalui pelabelan DNA dengan 32P dan protein dengan 35S asal virus bakteriofag T2. Hasil analisis bakteri yang terinfeksi dalam sel bakteri kemudian mengendalikan metabolisme sel bakteri guna kepentingan bakteriofag, biosintesis DNA, dan protein bakteriofag. Sebaliknya sedikit sekali yang mengandung 35S (protein bakteriofag induk).
                Pada tahun 1953, James D. Watson, ahli Biokimia Amerika Serikat dan Francis Crick, ahli biofisika Inggris, mampu mengidentifikasi rantai asam deoksiribonukleat di dalam kromosom inti sel, tempat rantai DNA bernaung. Struktur yang ditemukan adalah rantai ganda antiparalel, yang terbukti membawa ribuan gen yang menentukan sifat-sifat mahluk hidup. Sekarang tidak terbantahkan lagi bahwa DNA merupakan materi genetik

STRUKTUR DNA (Asam deoksiribonukleat)
            Bagian terbesar dari DNA terdapat di dalam kromosom. Sedikit DNA terdapat juga di dalam organel seperti mitokondria dari tumbuhan dan hewan, dan dalam kloroplast dari ganggang dan tumbuhan tingkat tinggi. Ada perbedaan nyata antara DNA yang terdapat di dalam kromosom dan di dalam mitokondria maupun kloroplast. DNA di dalam mitokondria dan kloroplast tidak ada hubungannya dengan protein histon dan bentuk molekulnya bulat seperti yang terdapat pada bakteri dan ganggang biru. Sel tum­buhan dan hewan mengandung kira-kira 1000 kali lebih banyak DNA daripada yang dimiliki sel bakteri.
               
                Asam nukleat tersusun atas nukleotida (mononukleotida), yang bila terurai ter­diri dari gula, fosfat dan basa yang mengandung nitrogen. Basa nitrogen dan gula pentosa deoksiribosa melalui ikatan glikosida membentuk molekul nukleosida. Ikatan glikosida tersebut terjadi antara atom C-1 gula pentosa dengan atom N-1 pirimidin atau atom N-9 purin. Karena banyaknya nukleotida yang menyusun molekul DNA, maka molekul DNA merupakan suatu polinukleotida.
Tiga komponen dasar  molekul DNA yaitu:
1. Gula. Molekul gula yang menyusun DNA adalah sebuah pen­tosa, yaitu deoksiribosa
2. Fosfat. Molekul fosfatnya berupa PO4.
3. Basa. Basa nitrogen yang menyusun molekul DNA dibedakan atas:
            a. Kelompok pirimidin. Kelompok ini dibedakan atas basa: - sitosin (S)- timin (T)
                b. Kelompok purin. Kelompok ini dibedakan atas basa: - adenin (A) - guanin (G)

  
 
Struktur fisik dan kimia DNA dikemukakan James D. Watson dan Francis Crick. DNA mempunyai dua rantai polinukleotida anti-paralel dalam heliks ganda. Ciri-ciri utama model DNA heliks ganda yang diusulkan Watson dan Crick adalah sebagai berikut:
1.              Molekul DNA mengandung dua rantai polinukleotida yang terikat satu dengan yang lain dalam heliks ganda putar kanan.
2.              Diameter heliks ganda tersebut adalah 2 nm.
3.              Kedua rantai antiparalel (polaritas berlawanan), yaitu kedua rantai berorientasi dalam arah berlawanan satu rantai arah 5’ ke 3’ dan rantai lain dari 3’ ke 5.
4.              Kerangka gula fosfat berada pada di sisi luar heliks ganda sementara basa terorientasi pada pusat sumbu.
5.              Basa-basa rantai yang berlawanan diikat bersama melalui ikatan hydrogen. Basa A elalu berpasangan dengan T (dua ikatan hydrogen) dan G dengan C (tiga ikatan hydrogen).
6.              Pasangan basa terpisah 0,34 nm (34 Ã…) dalam heliks ganda. Putaran penuh (3600) heliks mengambil 3,4 nm (0,34 Ã…), sehingga ada 10 pasang basa setiap putaran.
7.              Dua rantai yang mengikat pasangan basa pada cincin gulanya tidak berlawanan secara langsung. Karena tulang punggung dua gula fosfat dari heliks ganda tidak sama panjang dalam sumbu heliks sehingga menghasilkan lekukan antara tulang punggung. Lekukan memiliki ukuran yang sama, sehingga disebut lekukan besar (mayor groove) dan lekukan kecil (minor groove)
Kedua ujung rantai DNA linear dapat terikat secara kovalen satu sama lain membentuk struktur lingkaran. Struktur tersebut dapat berbentuk acak (berlilitan) dan sirkular terbuka. Pelilitan merupakan struktur DNA yang tertutup secara kovalen karena rantai polinukleotidanya tetap utuh. Struktur ini tidak mempunyai ujung 5’ atau 3’ bebas. Jika salah satu rantai polinukleotida putus, maka heliks ganda akan kembali ke bentuk normalnya sebagai sirkular terbuka. Beberapa contoh struktur DNA berlillitan adalah DNA virus ST-40, DNA plasmid bakteri.
Penelitian lanjutan oleh Wilkins dan kawan-kawan menemukan 3 macam struktur DNA dan dinamakan struktur A, B, dan Z. Model struktur DNA paling stabil adalah struktur B, seperti yang dikemukakan oleh Watson & Crick. Heliks ganda di alam (dalam larutan) umumnya memiliki putar ke kanan (DNA-B). bila DNA memiliki basa purin dan pirimidin berselang seling, terdapat kecenderungan bentuk B berubah menjadi bentuk Z yang membentuk heliks zigzag. Bentuk A putar kiri, di antaranya terjadi bila rantai DNA berubah menjadi tunggal untuk kemudian berpasangan dengan RNA.
Penelitian Chargaff (1955) melalui hidrolisis DNA mem­buktikan bahwa pada berbagai macam makhluk ternyata banyaknya adenin selalu kira-kira sama dengan banyaknya timin (A = T), demikian pula dengan sitosin dan guanin (S = G). Dengan perkataan lain, aturan Chargaff menyatakan bahwa per­bandingan A/T dan S/G selalu mendekati satu.
           

 


KESIMPULAN
  1. DNA adalah bahan genetik yang memberi informasi genetik dari sel ke sel dan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Komponen dasar DNA terdiri dari Gula pentosa, Fosfat, dan basa nitroten yang dibedakan atas keempat basa utama adenine (A), Timin (T), Guanin (G), dan Sitosin (C). kodon merupakan unit dasar kode genetik pada DNA adalah suatu triplet dari urutan basa.
  2. Pembawa unsur-unsur pewarisan, yaitu gen, adalah kromosom yang berada dalam inti sel. Gen-gen itu sendiri merupakan rangkaian asam deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid, DNA) dengan panjang tertentu, yang merupakan komponen kromosom. kodon merupakan unit dasar kode genetik pada DNA adalah suatu triplet dari urutan basa.

PUSTAKA
  1. Lehninger, A.L., (1982), “Dasar-Dasar Biokimia”, Jilid 3, Terj: Maggy Thenawidjaya, Penerbit Erlangga, Jakarta.
  2. Roberts, J.A.F, (1985), “Pengantar Genetika Kedokteran”,  Terj. Hartono, EGC, Jakarta.
  3. Suryo, (2001), “Genetika”, UGM-Press, Yogyakarta.
  4. Suryo, (2003), “Genetika Manusia”, UGM-Press, Yogyakarta.
  5. McGraw-Hill, “1985”, Dasar-Dasar Genetika”, Terj: Muchidin Apandi, Penerbit Erlangga, Jakarta.
  6. CBS College Publishing, (1984), “Genetika”, Terj. Soenartono Adisoemarnto, Penerbit Erlangga, Jakarta.
  7. Jorde, L.B., et al., (2003), “Medical Genetics”, Mosby, Elsevier USA.
  8. Toha, A.H.A, 2001, “Deoxyribonucleat Acid”, Penerbit Alfabeta, Bandung.